Malam ini kepalaku begitu pening
memikirkan apa yang terjadi di kampus tadi pagi. Aku tak menyangka akan seperti
ini kejadiannya. Dua orang cowok menyatakan cintanya kepadaku di hari yang
sama. Serasa mendapatkan durian runtuh dari langit dan seorang malaikat ganteng
yang mengantarkannya padaku. Namun tidak semudah yang kupikirkan. Mereka
mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri hingga aku bingung memilih antara
keduanya.
“ Aku merasa diriku ini biasa
saja, tapi kenapa mereka berdua memperebutkan aku? Padahal bisa dibilang mereka
adalah orang terkenal di kampus yang bisa dapetin cewek yang lebih sempurna
dari aku”tanyaku dalam hati
Diko adalah seorang cowok cakep
yang terkenal di kampus, anak seorang milyuner di kota ini. Secara materi mungkin
dia lebih dari berkecukupan dan bahkan bisa dibilang kekayaan keluarganya tidak
akan habis sampai tujuh turunan. Dia juga turut andil dalam mengelola beberapa
perusahaan keluarga. Selain dari latar belakang keluarganya, keistimewaannya
adalah hampir setiap tahun dia mendapat prediket “mahasiswa teladan” dan IPKnya
pasti diatas rata-rata. Menakjubkan.
Aku bertemu dengan Diko secara
tak sengaja di sebuah toko buku. Aku masih mengingat kejadian konyol itu. Saat
aku mengantri di kasir untuk membayar buku
yang kebetulan sama dengan yang Diko beli, kami saling berebut giliran yang
pertama. Tapi akhirnya aku mengalah kepadanya karena aku tak mau ditangkap oleh
satpam hanya karena masalah tidak penting seperti itu. Tanpa disangka Diko
tidak membawa dompetnya. Dia tampak kebingungan. Mungkin dalam hatinya dia akan
malu jika mengembalikannya tetapi dia tidak membawa uang untuk membayarnya. Aku
hanya tersenyum geli. Aku dapat membaca pikirannya.
“ Ini mbak, buku ini 2.” Kataku
cepat-cepat.
“ 60 ribu mbak.”
Aku sempat melihat ekspresi
keterkejutannya yang menurutku benar-benar jelek, sangat jelek untuk cowok
setampan dia. Aku melenggang di depan Diko yang masih berdiri mematung. Aku
seperti telah memenangkan sebuah pertempuran dan telah membuat malu lawanku.
Kalah telak. Dia mengejarku.
“ Hey! Apa maksudmu membayari
bukuku segala? Aku..eh, bisa saja menelepon orang suruhanku untuk membayar buku
itu.” Katanya ketus
“ Aku hanya tidak mau lama-lama
mengantri di kasir. Lagian melihat ekspresi kebingunganmu membuat aku kasihan
padamu. Sudahlah, anggap saja itu amal baikku hari ini.” Jawabku santai dan
untuk kedua kalinya aku meninggalkannya yang berdiri mematung.
Sebelumnya dia belum mengenal
aku, tetapi karena dia tahu aku berada di kampus yang sama dengannya dia mengetahui
namaku dari teman-temanku. Semenjak itu entah kenapa secara sengaja atau tidak
aku selalu bertemu dengannya di kampus padahal sebelum kejadian konyol itu aku
sama sekali tidak pernah bertemu dengannya-atau mungkin aku bertemu tapi tidak
menghiraukannya-entahlah.
“anna! Tunggu!” ada suara yang
memanggilku dari kejauhan.
Cowok itu menghampiriku dengan
menenteng sebuah buku di tangannya. Dengan setengah berlari ia berusaha sampai
di depanku.
“anna, nih buku loe yang gue
pinjem kemaren. Thanks yah.” Dia berlalu sembari tersenyum padaku. Senyum yang
manis sekali.
Iya, dia adalah arman. Cowok
manis satu ini seorang pemain basket idolanya cewek satu kampus. Dia juga
sangat pintar dan dia juga menjadi ketua BEM di fakultasnya,Fakultas ekonomi,
fakultas yang sama denganku. Dia mengenalku saat ospek universitas dulu karena
dia satu kelompok denganku. Dia sangat baik dengan semua orang dan tidak pernah
bersikap sombong atas prestasi yang pernah diraihnya seperti juara olimpiade
matematika tingkat daerah, juara taekwondo tingkat nasional dan masih banyak
lagi. Aku tahu semua itu dari temanku yang satu SMA dengannya. Perfect!
Akhir-akhir ini frekuensiku
bertemu dengan diko semakin hari semakin banyak dan ini membuatku bingung.
Untuk apa mahasiswa kedokteran mondar-mandir di fakultas ekonomi? Aku cukup
ber-positif thinking saja,”mungkin saja dia menemui temannya atau pacarnya di
kampus ini, tapi kalau dia punya pacar satu fakultas denganku pasti aku sudah
dengar beritanya. Kok sepi-sepi aja?” muncul berbagai pertanyaan dalam otakku.
Tiba-tiba tanpa kuduga dia sudah ada di depanku.
“Anna ya? Ingat sama aku nggak?
Yang di toko buku?” kata diko mencoba mengingatkanku
Sejenak aku ingin tertawa
mengingat kejadian itu tapi kutahan saja dan mengangguk.
“Kamu mahasiswa ekonomi ya?”
tanyanya.
Aku mengerutkan kening.”
Yaiyalah, ngapain coba tiap hari aku kesini kalo bukan mahasiswa sini. Emangnya
kamu, mahasiswa kedokteran keluyuran di fakultas ekonomi?” pikirku dalam hati.
“ eh, iya. Ada perlu apa ya?
Kelihatannya kamu sering nongkrong disini.” Jawabku sopan
“ emh..aku kesini mau cari kamu.
Kamu ada waktu nggak? Aku mau ngajakin kamu makan siang nanti sebagai tanda
terimakasihku waktu itu. Gimana?” ajaknya
Gubraakkk!!!
Selama seminggu ini dia kesini
Cuma mau nyariin aku dan mau ngjakin aku makan? Nggak salah nih? Apa aku sedang
bermimpi? Aku hanya bisa terbengong-bengong.
“Anna? Hello?? Gimana?” tanyanya
sekali lagi saat melihatku bengong sendiri.
Kemudian aku tersadar dari
lamunanku.
“oohh..eh, iya. Boleh kok.
Dimana?
“nanti aku aja yang jemput kamu,
ok? Kamu selesai jam berapa?
“ nanti aku keluar jam 1.”
Dia meninggalkanku yang berdiri
mematung seperti dia waktu itu. Dia menoleh sekali dan tersenyum dengan sangat
manis. Bikin cewek jatuh hati, termasuk aku. Aku masih nggak nyangka dia mencariku selama ini.
“Hufftt..gawat! bakal nggak
konsen kuliah nih” gerutuku.
Kurasakan waktu berjalan begitu
lama. Berkali-kali aku kulirik jam dinding, jam dinding baru menunjukkan pukul
12.15 dan itu artinya aku harus menunggu 45 menit lagi, 45 menit yang
membosankan. Sepertinya aku mulai tidak sabar. Konsentrasiku buyar hanya karena
janji makan siangku dengan Diko. Aku mendengarkan penjelasan dari dosen ekonomi
makro-ku tapi entah kenapa tidak ada yang membekas sedikitpun di otakku. Tidak
biasanya aku seperti ini.
“perhatian semuanya! Hari ini
kuliah sampai disini karena bapak harus menghadiri seminar. Jadi cukup sekian
terimakasih, selamat siang.”kata dosen pada mahasiswa yang sedang sibuk
mencatat materi yang disampaikan.
Aku bernafas lega. Akhirnya. Tapi
tunggu dulu. Berarti aku tetap harus menunggu sampai jam satu? Ah tidak,
ternyata dia datang lebih cepat seperti sudah punya insting kalau aku akan
selesai lebih cepat.
“silahkan masuk” katanya
membukakan pintu mobilnya untukku.
“ kita mau kemana?” tanyaku.
“ pokoknya ikut aja.”
Dia membawaku ke sebuah restoran
mewah tak jauh dari kampus. Kulihat daftar menu yang disajikan,
busyeettt...harganya seperti jatah bulananku!
“mau makan apa?” tanya diko
“ehh..sama kayak punya kamu aja
deh” jawabku bingung.
Sembari menunggu makanan yang
kami pesan kami asyik mengobrol ngalor ngidul dan sesekali tertawa bersama.
Sepanjang makan siang itu kami saling tertawa seperti teman yang sudah kenal
lama. Setelah selesai dia mengantarkanku pulang. Sejak itu kami jadi akrab dan
sering jalan bareng. Tapi tidak cukup sampai disitu. Arman juga sedang PDKT
denganku dan aku sering menghabiskan waktu dengannya. Tapi Diko yang lebih
sering meluangkan waktunya untukku. Arman sedang sibuk dengan pertandingan
basketnya sehingga tidak ada waktu untukku dan itu membuatku kesal. Apa aku
cemburu dengan basket? Entahlah.
Hingga pada akhirnya mereka
berdua menyatakan cintanya yang membuatku bingung setengah mati. Hati kecilku
memilih arman, tapi di sisi lain aku merasa sayang sama Diko. Aku harus pilih
yang mana? Mungkin aku butuh waktu untuk berpikir.
“Anna, sudah ada jawabannya?”
tanya Arman.
“kasih aku waktu buat berpikir”
jawabku.
“kalo bisa sih jangan lama-lama”
timpalnya.
‘nih orang kenapa nggak sabaran
banget sih?’ gerutuku dalam hati.
Lalu aku dengar kabar kalau Arman
mendapat beasiswa ke Beijing karena memenangkan pertandingan basket kemarin.
Sekarang aku tahu, dia tidak sabar karena dia harus pergi ke Beijing.
“gimana An? apa udah ada
jawabannya? Sebenernya gue mau ke Beijing. Kalo misalnya loe terima gue, gue
bakal ajak loe ikut ke Beijing, gimana mau nggak?”
Deg!
“ke Beijing? Terus kuliahku
gimana? Orang tua aku? Aku kan anak tunggal, nggak mungkin kalo aku ikut kamu
ke Beijing.” Jawabku.
“tapi ini kesempatan emas buat kita.
Kita bisa kuliah bareng disana.”
“buat kita? Nggak salah? Bukannya
kamu yang dapat beasiswa kan? Bukan aku.”
“iya sudah kalo kamu nggak mau,
terpaksa aku akan kuliah sendiri disana. Ini adalah impian aku dari dulu.
Makasih.”
Dia meninggalkanku begitu saja.
Aku belum bisa percaya dia mengatakan semua itu. Tak terasa airmata mengalir di
pipiku. Tidak kusangka cowok yang selama ini aku sayang ternyata egois seperti
itu. Makin lama airmataku makin banyak berlinang dan aku hanya bisa tertunduk.
Tiba-tiba seseorang mengusap air mataku. Diko. Seperti sudah ada sirene yang
mengingatkan dia kalo aku sedang galau, dia selalu datang menghiburku. Dia
memelukku dan menenangkanku. Ternyata dia melihat kejadian tadi. Aku malu
sekali padanya.
Setelah kejadian itu aku mulai
bertekad akan mencintai diko seorang karena dia yang selalu ada buat aku. Oh
iya, pada malam itu juga diko menyatakan lagi cintanya padaku. Hidupku sekarang
lebih berwarna. Hari-hariku bahagia bersama diko. Ternyata ini adalah pilihan
teristimewa yang pernah aku buat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar