Kamis, 07 Februari 2013

THE SPECIAL CHOICE


Malam ini kepalaku begitu pening memikirkan apa yang terjadi di kampus tadi pagi. Aku tak menyangka akan seperti ini kejadiannya. Dua orang cowok menyatakan cintanya kepadaku di hari yang sama. Serasa mendapatkan durian runtuh dari langit dan seorang malaikat ganteng yang mengantarkannya padaku. Namun tidak semudah yang kupikirkan. Mereka mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri hingga aku bingung memilih antara keduanya.
“ Aku merasa diriku ini biasa saja, tapi kenapa mereka berdua memperebutkan aku? Padahal bisa dibilang mereka adalah orang terkenal di kampus yang bisa dapetin cewek yang lebih sempurna dari aku”tanyaku dalam hati
Diko adalah seorang cowok cakep yang terkenal di kampus, anak seorang milyuner di kota ini. Secara materi mungkin dia lebih dari berkecukupan dan bahkan bisa dibilang kekayaan keluarganya tidak akan habis sampai tujuh turunan. Dia juga turut andil dalam mengelola beberapa perusahaan keluarga. Selain dari latar belakang keluarganya, keistimewaannya adalah hampir setiap tahun dia mendapat prediket “mahasiswa teladan” dan IPKnya pasti diatas rata-rata. Menakjubkan.
Aku bertemu dengan Diko secara tak sengaja di sebuah toko buku. Aku masih mengingat kejadian konyol itu. Saat aku mengantri  di kasir untuk membayar buku yang kebetulan sama dengan yang Diko beli, kami saling berebut giliran yang pertama. Tapi akhirnya aku mengalah kepadanya karena aku tak mau ditangkap oleh satpam hanya karena masalah tidak penting seperti itu. Tanpa disangka Diko tidak membawa dompetnya. Dia tampak kebingungan. Mungkin dalam hatinya dia akan malu jika mengembalikannya tetapi dia tidak membawa uang untuk membayarnya. Aku hanya tersenyum geli. Aku dapat membaca pikirannya.
“ Ini mbak, buku ini 2.” Kataku cepat-cepat.
“ 60 ribu mbak.”
Aku sempat melihat ekspresi keterkejutannya yang menurutku benar-benar jelek, sangat jelek untuk cowok setampan dia. Aku melenggang di depan Diko yang masih berdiri mematung. Aku seperti telah memenangkan sebuah pertempuran dan telah membuat malu lawanku. Kalah telak. Dia mengejarku.
“ Hey! Apa maksudmu membayari bukuku segala? Aku..eh, bisa saja menelepon orang suruhanku untuk membayar buku itu.” Katanya ketus
“ Aku hanya tidak mau lama-lama mengantri di kasir. Lagian melihat ekspresi kebingunganmu membuat aku kasihan padamu. Sudahlah, anggap saja itu amal baikku hari ini.” Jawabku santai dan untuk kedua kalinya aku meninggalkannya yang berdiri mematung. 
Sebelumnya dia belum mengenal aku, tetapi karena dia tahu aku berada di kampus yang sama dengannya dia mengetahui namaku dari teman-temanku. Semenjak itu entah kenapa secara sengaja atau tidak aku selalu bertemu dengannya di kampus padahal sebelum kejadian konyol itu aku sama sekali tidak pernah bertemu dengannya-atau mungkin aku bertemu tapi tidak menghiraukannya-entahlah.
“anna! Tunggu!” ada suara yang memanggilku dari kejauhan.
Cowok itu menghampiriku dengan menenteng sebuah buku di tangannya. Dengan setengah berlari ia berusaha sampai di depanku.
“anna, nih buku loe yang gue pinjem kemaren. Thanks yah.” Dia berlalu sembari tersenyum padaku. Senyum yang manis sekali.
Iya, dia adalah arman. Cowok manis satu ini seorang pemain basket idolanya cewek satu kampus. Dia juga sangat pintar dan dia juga menjadi ketua BEM di fakultasnya,Fakultas ekonomi, fakultas yang sama denganku. Dia mengenalku saat ospek universitas dulu karena dia satu kelompok denganku. Dia sangat baik dengan semua orang dan tidak pernah bersikap sombong atas prestasi yang pernah diraihnya seperti juara olimpiade matematika tingkat daerah, juara taekwondo tingkat nasional dan masih banyak lagi. Aku tahu semua itu dari temanku yang satu SMA dengannya. Perfect!
Akhir-akhir ini frekuensiku bertemu dengan diko semakin hari semakin banyak dan ini membuatku bingung. Untuk apa mahasiswa kedokteran mondar-mandir di fakultas ekonomi? Aku cukup ber-positif thinking saja,”mungkin saja dia menemui temannya atau pacarnya di kampus ini, tapi kalau dia punya pacar satu fakultas denganku pasti aku sudah dengar beritanya. Kok sepi-sepi aja?” muncul berbagai pertanyaan dalam otakku. Tiba-tiba tanpa kuduga dia sudah ada di depanku.
“Anna ya? Ingat sama aku nggak? Yang di toko buku?” kata diko mencoba mengingatkanku
Sejenak aku ingin tertawa mengingat kejadian itu tapi kutahan saja dan mengangguk.
“Kamu mahasiswa ekonomi ya?” tanyanya.
Aku mengerutkan kening.” Yaiyalah, ngapain coba tiap hari aku kesini kalo bukan mahasiswa sini. Emangnya kamu, mahasiswa kedokteran keluyuran di fakultas ekonomi?” pikirku dalam hati.
“ eh, iya. Ada perlu apa ya? Kelihatannya kamu sering nongkrong disini.” Jawabku sopan
“ emh..aku kesini mau cari kamu. Kamu ada waktu nggak? Aku mau ngajakin kamu makan siang nanti sebagai tanda terimakasihku waktu itu. Gimana?” ajaknya
Gubraakkk!!!
Selama seminggu ini dia kesini Cuma mau nyariin aku dan mau ngjakin aku makan? Nggak salah nih? Apa aku sedang bermimpi? Aku hanya bisa terbengong-bengong.
“Anna? Hello?? Gimana?” tanyanya sekali lagi saat melihatku bengong sendiri.
Kemudian aku tersadar dari lamunanku.
“oohh..eh, iya. Boleh kok. Dimana?
“nanti aku aja yang jemput kamu, ok? Kamu selesai jam berapa?
“ nanti aku keluar jam 1.”
Dia meninggalkanku yang berdiri mematung seperti dia waktu itu. Dia menoleh sekali dan tersenyum dengan sangat manis. Bikin cewek jatuh hati, termasuk aku. Aku masih nggak nyangka dia  mencariku selama ini.
“Hufftt..gawat! bakal nggak konsen kuliah nih” gerutuku.
Kurasakan waktu berjalan begitu lama. Berkali-kali aku kulirik jam dinding, jam dinding baru menunjukkan pukul 12.15 dan itu artinya aku harus menunggu 45 menit lagi, 45 menit yang membosankan. Sepertinya aku mulai tidak sabar. Konsentrasiku buyar hanya karena janji makan siangku dengan Diko. Aku mendengarkan penjelasan dari dosen ekonomi makro-ku tapi entah kenapa tidak ada yang membekas sedikitpun di otakku. Tidak biasanya aku seperti ini.
“perhatian semuanya! Hari ini kuliah sampai disini karena bapak harus menghadiri seminar. Jadi cukup sekian terimakasih, selamat siang.”kata dosen pada mahasiswa yang sedang sibuk mencatat materi yang disampaikan.
Aku bernafas lega. Akhirnya. Tapi tunggu dulu. Berarti aku tetap harus menunggu sampai jam satu? Ah tidak, ternyata dia datang lebih cepat seperti sudah punya insting kalau aku akan selesai lebih cepat.
“silahkan masuk” katanya membukakan pintu mobilnya untukku.
“ kita mau kemana?” tanyaku.
“ pokoknya ikut  aja.”
Dia membawaku ke sebuah restoran mewah tak jauh dari kampus. Kulihat daftar menu yang disajikan, busyeettt...harganya seperti jatah bulananku!
“mau makan apa?” tanya diko
“ehh..sama kayak punya kamu aja deh” jawabku bingung.
Sembari menunggu makanan yang kami pesan kami asyik mengobrol ngalor ngidul dan sesekali tertawa bersama. Sepanjang makan siang itu kami saling tertawa seperti teman yang sudah kenal lama. Setelah selesai dia mengantarkanku pulang. Sejak itu kami jadi akrab dan sering jalan bareng. Tapi tidak cukup sampai disitu. Arman juga sedang PDKT denganku dan aku sering menghabiskan waktu dengannya. Tapi Diko yang lebih sering meluangkan waktunya untukku. Arman sedang sibuk dengan pertandingan basketnya sehingga tidak ada waktu untukku dan itu membuatku kesal. Apa aku cemburu dengan basket? Entahlah.
Hingga pada akhirnya mereka berdua menyatakan cintanya yang membuatku bingung setengah mati. Hati kecilku memilih arman, tapi di sisi lain aku merasa sayang sama Diko. Aku harus pilih yang mana? Mungkin aku butuh waktu untuk berpikir.
“Anna, sudah ada jawabannya?” tanya Arman.
“kasih aku waktu buat berpikir” jawabku.
“kalo bisa sih jangan lama-lama” timpalnya.
‘nih orang kenapa nggak sabaran banget sih?’ gerutuku dalam hati.
Lalu aku dengar kabar kalau Arman mendapat beasiswa ke Beijing karena memenangkan pertandingan basket kemarin. Sekarang aku tahu, dia tidak sabar karena dia harus pergi ke Beijing.
“gimana An? apa udah ada jawabannya? Sebenernya gue mau ke Beijing. Kalo misalnya loe terima gue, gue bakal ajak loe ikut ke Beijing, gimana mau nggak?”
Deg!
“ke Beijing? Terus kuliahku gimana? Orang tua aku? Aku kan anak tunggal, nggak mungkin kalo aku ikut kamu ke Beijing.” Jawabku.
“tapi ini kesempatan emas buat kita. Kita bisa kuliah bareng disana.”
“buat kita? Nggak salah? Bukannya kamu yang dapat beasiswa kan? Bukan aku.”
“iya sudah kalo kamu nggak mau, terpaksa aku akan kuliah sendiri disana. Ini adalah impian aku dari dulu. Makasih.”
Dia meninggalkanku begitu saja. Aku belum bisa percaya dia mengatakan semua itu. Tak terasa airmata mengalir di pipiku. Tidak kusangka cowok yang selama ini aku sayang ternyata egois seperti itu. Makin lama airmataku makin banyak berlinang dan aku hanya bisa tertunduk. Tiba-tiba seseorang mengusap air mataku. Diko. Seperti sudah ada sirene yang mengingatkan dia kalo aku sedang galau, dia selalu datang menghiburku. Dia memelukku dan menenangkanku. Ternyata dia melihat kejadian tadi. Aku malu sekali padanya.
Setelah kejadian itu aku mulai bertekad akan mencintai diko seorang karena dia yang selalu ada buat aku. Oh iya, pada malam itu juga diko menyatakan lagi cintanya padaku. Hidupku sekarang lebih berwarna. Hari-hariku bahagia bersama diko. Ternyata ini adalah pilihan teristimewa yang pernah aku buat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar